Faradj Martak

Faradj Martak
LahirFaradj bin Said bin Awadh Martak
1897
Hadhramaut, Kesultanan Usmaniyah
(Sekarang Yaman)
Meninggal1962
Aden, Federasi Arab Selatan
(Sekarang Yaman)
MakamAden, Yaman
KebangsaanIndonesia Indonesia
PekerjaanPengusaha
AnakAli bin Faradj Martak
Kamal bin Faradj Martak
Jamila binti Faradj Martak
Sakina binti Faradj Martak
Helmi bin Faradj Martak
Farida binti Faradj Martak
Ghazie bin Faradj Martak
KerabatDjuslam Martak (kakak)
Muhammad Martak (kakak)
Ahmad Martak (adik)

Faradj bin Said bin Awadh Martak atau disingkat Faradj Martak (1897 - 1962) dikenal sebagai seorang saudagar Arab-Indonesia, yang mewakili NV. Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened.

Beliau ini merintis perusahaan marba setelah hijrah dan menetap di Indonesia pada tahun 1940. Marba merupakan singkatan dari Martak Badjened (Marta Badjunet), perusahaan yang dirintis bersama keluarga Fam Badjened yang sama-sama berasal dari Hadramaut, Yaman.

Pada tahun 1945, tanpa pikir panjang, beliau rela mewakafkan rumahnya untuk menjadi tempat pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di rumah itu juga, Ibu Fatmawati menjahit Bendera Merah Putih pada malam hari sebelum menjelang Proklamasi Kemerdekaan itu tiba. Keesokan harinya pada 17 Agustus 1945, rumah tersebut dijadikan tempat dikumandangkannya naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lengkap dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih.

Biografi

Faradj Martak lahir di Hadramaut pada tahun 1897 sebagai putra ketiga dari empat bersaudara, Djuslam, Muhammad, dan Ahmad.[1] Setelah hijrah ke Indonesia, pada tahun 1940 keluarga Martak bersama keluarga Badjened merintis berdirinya N.V. Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened (Marba Diarsipkan 2022-03-08 di Wayback Machine.), salah satu dari sedikit konglomerasi di Indonesia[1] dengan Faradj Martak sebagai Presiden Direkturnya.[2] Faradj memiliki putra bernama Ali bin Faradj Martak, yang dikenal dekat dengan Bung Karno dan menjadi penerus usaha ayahnya.[2]

Peranan

Rumah proklamasi

Faradj Martak memiliki jasa dalam proses terciptanya kemerdekaan Indonesia seperti yang akhir akhir ini dilupakan oleh sejarah Indonesia. Rumah yang berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat (sekarang bernama Jalan Proklamasi) adalah miliknya, rumah tersebut kemudian dijadikan tempat tinggal Soekarno sekaligus tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Faradj Martak juga menghibahkan rumah tersebut kepada negara, dan membelikan sejumlah gedung di Jakarta untuk pemerintah.

Madu Arab

Sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, Bung Karno mengalami sakit beri-beri dan malaria. Dua penyakit tersebut menyebabkan tubuh Bung Karno terus lemas. Melihat Bung Karno yang cukup mengkhawatirkan, Faradj Martak akhirnya menjual kepada Bung Karno sebuah madu yang sangat berkhasiat bernama Sidr Bahiyah dari Hadhramaut. Madu Sidr memiliki kemampuan membunuh aneka bakteri tanpa efek samping. Madu ini bersifat antibiotik, antiseptik, dan antijamur. Soekarno rutin membeli pasokan satu dus madu Sidr satu atau dua bulan sekali. Satu karton madu itu terdiri dari 20 botol masing-masing seberat satu kilogram.[1]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c Assegaf, Faisal (2017-01-18). "Faradj Martak, sahabat Arab Soekarno terlupakan". albalad.co. Albalad. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-16. Diakses tanggal 2017-08-17. 
  2. ^ a b Batarfi, Abdullah; Alkatiri, Mansyur (2015-08-17). "Faradj Martak dan Rumah Proklamasi". arabindonesia.com (dalam bahasa Inggris). Arab Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-05. Diakses tanggal 2017-08-17. 

Pranala luar